Di reviu oleh: dr. Dyandra Parikesit, BMedSc, SpU, FICS
Sirkumsisi (disebut juga sunat atau khitanan) merupakan metode pembedahan untuk membuang prepusium atau kulit khitan yang menutupi kepala penis. Praktik ini sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu sebagai bagian dari kebudayaan, kepercayaan, dan keagamaan. Di Indonesia sendiri, praktik ini sudah tidak asing lagi. Praktik sirkumsisi juga sering dikaitkan dengan proses menuju kedewasaan dan proses higienitas. Manfaat dari sirkumsisi juga sangat baik untuk kesehatan. Studi di Amerika menyebutkan bahwa dengan sirkumsisi, infeksi saluran kemih dapat dicegah, penyebaran berbagai virus seperti sifilis dan herpes dapat diturunkan, dan risiko terjadinya kanker penis lebih rendah. Dengan begitu banyak manfaat untuk kesehatan ditambah dengan dasar kepercayaan, sirkumsisi menjadi tindakan yang dianggap umum, baik, dan wajib dijalankan. Namun, sebenarnya kapan waktu yang tepat untuk melakukannya dan apakah semua laki-laki bisa menjalankan sirkumsisi?
Sirkumsisi dilakukan pada berbagai keadaan, tetapi sirkumsisi tidak selalu diperlukan. Keputusan sirkumsisi tidak hanya mempertimbangkan kondisi medis, namun juga sesuai faktor kebudayaan dan keagamaan. Kondisi medis yang wajib memerlukan sirkumsisi adalah fimosis, yakni kondisi ketika kulit prepusium sulit ditarik dan balanopostitis, yakni kondisi kemerahan dan bengkak pada prepusium dan kepala penis. Selain itu, kondisi yang relatif membutuhkan sirkumsisi adalah sebagai berikut:
- pencegahan kanker penis
- pencegahan infeksi menular seksual, terutama HIV
- pencegahan infeksi saluran kemih pada anak laki-laki dengan kelainan perkemihan
Sirkumsisi lebih baik dilakukan pada bayi dan anak kecil laki-laki. Pada bayi dan anak kecil, prosedur sirkumsisi lebih sederhana dan cepat. Risiko komplikasi dan perdarahan juga lebih kecil. Selain itu, waktu penyembuhan lebih cepat dengan hasil lebih baik, yaitu 2 minggu pada bayi, sedangkan 6 minggu atau lebih pada anak besar dan orang dewasa.
Beberapa kondisi di mana sirkumsisi tidak dapat dilakukan (perlu dikonsultasikan) dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, seperti kondisi anatomi dan kondisi medis. Kondisi anatomi di mana sirkumsisi tidak dapat dilakukan antara lain hipospadia (lubang saluran kemih di bagian bawah penis), chordee (lekukan pada ujung penis), torsio penis, penis yang terpendam (buried penis), dan genitalia yang masih ambigu, termasuk mikropenis (penis sangat kecil). Kondisi medis di mana sirkumsisi tidak dapat dilakukan antara lain anak memiliki kondisi medis tertentu yang membutuhkan monitoring, gangguan perdarahan seperti hemofilia dan trombositopenia, dan gangguan kulit di mana kemungkinan besar luka akan sulit sembuh.
Jadi, sirkumsisi memang baik dan pada beberapa kondisi harus dilakukan. Namun, pada beberapa kondisi-kondisi medis yang telah disebutkan, sebaiknya sirkumsisi ditunda dan perlu dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Dokter spesialis Anak atau Urologi agar manfaat yang didapatkan lebih banyak dan menghindari kerugian yang tidak perlu.
Referensi
- Malone P, Steinbrecher H. Medical aspects of male circumcision. BMJ. 2007 Dec 8;335(7631):1206-90.
- Simpson E, Carstensen J, Murphy P. Neonatal circumcision: new recommendations & implications for practice. Mo Med. 2014 May-Jun;111(3):222-30.
- Morris BJ, Krieger JN, Klausner JD. CDC's male circumcision recommendations represent a key public health measure. Global Health: Science and Practice. 2017;5(1):15-27.
- Warees WM, Anand S, Rodriguez AM. Circumcision. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 [cited 2022 Jul 11]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK535436/
- Newborn Nursery Stanford Medicine. Contraindication to routine circumcision [Internet]. California: Stanford Medicine 2022 [cited 2022 Jul 11]. Available from : https://med.stanford.edu/newborns/professional-education/circumcision/contraindications.html