(021) 50829292 (IGD) (021) 50829282 Pencarian

Askariasis

Askariasis atau Kecacingan termasuk dalam 20 jenis penyakit terabaikan atau neglected tropical disease di Indonesia. Indonesia dengan iklim tropis memiliki angka kecacingan yang tinggi sebesar 28%. Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti kurangnya kebersihan, sanitasi, pasokan air, kepadatan penduduk, serta kondisi tanah yang lembab yang mendukung dalam perkembangbiakan cacing.

Definisi

Askariasis merupakan salah satu penyakit infeksi cacing yang paling sering dan banyak terjadi pada anak-anak. Negara-negara tropis dan sub-tropis seperti Indonesia masih banyak terjadi infeksi cacing ini, terutama pada daerah dengan sanitasi yang tidak baik. Askariasis disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides (nematoda atau cacing gelang terbesar) yang biasa menginfeksi saluran cerna manusia.

Telur dari cacing ini keluar melalui feses manusia yang terinfeksi dan mengontaminasi tanah. Pada lingkungan yang hangat dan lembab, telur kemudian berkembang menjadi telur infektif. Orang yang berisiko terkena infeksi ini yaitu orang dengan kebersihan personal yang tidak baik, seperti tidak mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun sebelum makan serta memakan makanan yang tidak dicuci bersih. Dengan demikian, telur infektif tersebut dapat termakan dan menyebabkan infeksi. Telur yang termakan ini kemudian akan berkembang menjadi larva dan menginvasi saluran cerna, sirkulasi sistemik hingga mencapai paru. Larva yang sudah matur, kemudian mencapai saluran bronkus hingga tenggorok, dan akhirnya kembali tertelan untuk sampai ke usus halus dan berkembang menjadi cacing dewasa. Ukuran cacing dewasa sangat besar, mencapai 20-35 cm pada cacing betina dan 15-30 cm pada cacing jantan. Jenis cacing lain yang juga dapat menyebabkan askariasis yaitu Ascaris suum yang ditemukan pada babi. Orang yang memelihara babi atau menggunakan kotoran babi sebagai pupuk sangat berisiko terkena infeksi ini.

Tanda dan Gejala

Gejala infeksi cacing bisa ringan hingga berat. Pada gejala ringan, gejala tidak tampak khas. Gejala umum yang muncul seperti lesu, tidak bersemangat, sering mengantuk, pucat, dan kurang gizi. Infeksi cacing ini berpengaruh terhadap intake, pencernaan, penyerapan, serta metabolisme makanan sehingga berakibat hilangnya protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin dalam jumlah besar. Anak yang menderita infeksi cacing mempunyai risiko tinggi mengalami gangguan nutrisi, gangguan tumbuh kembang, dan penurunan prestasi belajar.

Berdasarkan siklus hidupnya, gejala muncul pada saat larva mencapai paru (dalam 10-14 hari pertama setelah telur infektif tertelan), seperti batuk, batuk darah, sesak, mengi, urtikaria, dan nyeri dada. Ketika cacing dewasa tumbuh dan berkembang di usus halus, kondisi ini dapat menyebabkan penderita mengalami nyeri atau rasa tidak nyaman di perut, perut kembung, mual, nafsu makan menurun, dan diare yang hilang timbul.

Pada beberapa kasus, penderita dapat mengalami ileus parsial atau komplit (hambatan saluran cerna akibat cacing dewasa yang banyak dan membentuk seperti gumpalan). Keluhan pada saluran cerna ini biasanya muncul pada 6-8 minggu setelah telur tertelan. Kondisi yang berat seperti kuning, mual dan muntah hebat, demam, dan nyeri perut hebat dapat terjadi apabila infeksi cacing mencapai kandung empedu (menyebabkan kolangitis), pankreas (menyebabkan pankreatitis), hati (menyebabkan abses hepar) atau infeksi usus buntu.

Penegakan Diagnosis

Dokter akan melakukan anamnesis dengan melakukan wawancara medis antara dokter dan penderita, biasanya dokter akan memulai dengan pertanyaan terbuka terkait keluhan-keluhan. Penderita akan menyebutkan keluhan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tergantung dengan fase siklus hidup cacing Askaris.

Pada 1-2 minggu pertama, larva yang mencapai paru akan menyebabkan infeksi paru yang disebut pneumonitis eosinofilik (yang dikenal sebagai Loeffler syndrome). Pada pemeriksaan fisik, dokter dapat menemukan laju pernapasan yang meningkat, adanya bunyi abnormal pada paru (berupa ronki atau wheezing) ataupun ditemukan urtikaria. Ketika keluhan penderita berupa keluhan saluran cerna (6-8 minggu pertama), dokter dapat menemukan adanya nyeri tekan dan juga distensi pada perut (biasa pada anak-anak).

Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan memeriksakan feses menggunakan mikroskop, yaitu ditemukan telur berwarna cokelat berdinding tiga dengan ukuran 60x50 mm. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan dahak. Larva dapat ditemukan pada dahak dengan menggunakan sediaan basah selama fase migrasi ke paru. Pemeriksaan darah, seperti hematologi lengkap dapat menunjukan adanya eosinofilia selama fase migrasi jaringan atau adanya peningkatan serum IgG dan IgE selama infeksi (namun temuan ini tidak bermakna secara klinis).

Pengobatan

Pendekatan individu dan komunitas diperlukan dalam mengobati askariasis. Pemberian obat cacing pada pasien secara tepat dapat mencegah komplikasi lanjut dari infeksi cacing (ileus yang membutuhan intervensi bedah ataupun malnutrisi). Selain pemberian obat cacing, diperlukan edukasi terhadap penderita dan juga anggota keluarga serta tetangga sekitar tentang pencegahan infeksi, terutama higiene personal dan lingkungan.

Faktor Risiko

Sejumlah faktor berikut ini dapat meningkatkan risiko terkena askariasis, di antaranya adalah:

  • Tinggal atau mengunjungi daerah tropis dan subtropis.
  • Tinggal di lingkungan yang fasilitas kebersihan dan sanitasinya buruk.
  • Penggunaan kotoran manusia untuk pupuk.
  • Kondisi lingkungan yang memungkinkan adanya kotoran yang tertelan.
  • Usia. Kebanyakan orang yang menderita askariasis berusia 10 tahun atau lebih muda. Anak-anak dalam kelompok usia ini mungkin berisiko lebih tinggi karena mereka lebih cenderung bermain dengan tanah.
  • Tinggal di area padat penduduk

Pencegahan

Pencegahan infeksi askariasis dilakukan dengan cara:

  • Melakukan higiene personal dengan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum memegang makanan, sebelum dan sesudah memegang ternak (seperti babi).
  • Menggunting kuku seminggu sekali.
  • Menghindari BAB di sembarang tempat.
  • Mengupas dan mencuci makanan dengan bersih menggunakan air mengalir, serta memasak makanan dengan matang sebelum dimakan.
  • Menghindari penggunaan pupuk yang terkontaminasi dengan feses manusia atau babi.
  • Mengelola sistem pembuangan limbah masyarakat dengan efektif.
  • Mengonsumsi obat cacing jika ada anak atau anggota keluarga yang menderita kecacingan. Pemberian obat cacing dapat dimulai sejak anak usia 2 tahun dan diulang setiap 6 bulan pada daerah endemis.

Referensi:

  1. CDC. (2023). Ascariasis. Diakses 23 Oktober 2023 dari https://www.cdc.gov/parasites/ascariasis/index.html
  2. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/ascariasis/symptoms-causes/syc-20369593