RSUI kembali menggelar rangkaian seminar awam dengan tajuk utama: “Tidur Nyenyak Lansia Sehat di Era Pandemi”
Salah satu permasalahan yang banyak dikeluhkan terutama oleh lansia adalah tentang kesulitan tidur. Padahal, kualitas tidur yang buruk dapat mengganggu fokus, memperburuk suasana hati, dan bahkan dikaitkan dengan peningkatan risiko berbagai penyakit degeneratif. Gangguan tidur ini juga diperburuk dengan adanya kondisi pandemi COVID-19 yang membuat sebagian orang merasa khawatir dan gelisah, yang pada akhirnya merusak kualitas tidur.
Diharapkan melalui penyelenggaraan Bicara Sehat ini dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait kiat-kiat mengatasi gangguan tidur pada lansia. Seminar kali ini juga dilaksanakan dalam rangka memperingati hari lansia nasional (29 Mei) yang tahun ini memiliki tema “Lanjut Usia Bahagia Bersama Keluarga”. Seminar ini dimoderatori oleh dr. Kristiane Siahaan, Sp.KJ yang merupakan dokter spesialis kedokteran jiwa di RSUI.
Narasumber pertama yaitu dr. Pukovisa Prawirohardjo, Sp.S(K) yakni sebagai Dokter Spesialis Saraf RSUI. Dokter Pukovisa membawakan materi dengan tema “Sulit Tidur pada Lanjut Usia, Wajarkah?” pada awal sesi Dokter Pukovisa menjelaskan bahwa tidur sangatlah bermanfaat bagi kesehatan otak dan saraf agar dapat berfungsi optimal. Kita dapat mengetahui apakah tidur kita sudah baik atau belum dilihat dari 2 sisi, yaitu sisi kualitas dan kuantitas. Ciri kualitas tidur yang baik yaitu (1) mudah untuk memulai tidur; (2) tidak mudah terbangun di malam hari; (3) tidak terbangun lebih awal, dan (4) merasa segar ketika bangun tidur. Sementara dari sisi kuantitas, terdapat beberapa indikator waktu normal tidur.
Waktu tidur lansia memang menjadi lebih sedikit dibandingkan anak-anak, remaja atau dewasa.
“Waktu tidur lansia yang normal yaitu sekitar 6-7 jam sehari. Selain itu, pola tidur juga akan berubah seiring dengan pertambahan usia karena adanya penurunan fungsi jam internal dalam tubuh” ujarnya.
Dokter Pukovisa mengatakan bahwa gangguan tidur dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya ada sindrom kaki gelisah (RLS), kurangnya aktivitas fisik, terlalu lama tidur siang, adanya rasa sedih karena ada anggota keluarga yang meninggal dunia, terlalu lama menatap layar ponsel sebelum tidur, atau sedang dirawat inap di rumah sakit. Kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi, misalnya ada suara volume tinggi yang mengganggu, cahaya kamar yang terlalu terang, serta tempat tidur tidak nyaman. Konsumsi obat-obatan tertentu serta mengonsumsi kafein juga sangat mempengaruhi pola tidur seseorang. Masalah medis seperti depresi, alzheimer, parkinson, kondisi menopause, dan nyeri sendi otot juga dapat menyebabkan gangguan tidur.
Dokter Pukovisa menyebutkan beberapa tanda awal gangguan tidur seperti kelelahan, gangguan konsentrasi, mudah tersinggung, mengantuk di siang hari, serta adanya perubahan perilaku.
“bila gejala-gejala ini terus bertahan lebih dari 1 bulan atau sudah mempengaruhi aktivitas sehari-hari, sebaiknya untuk segera berkonsultasi ke dokter. Gejala awal gangguan tidur juga dapat diatasi dengan melakukan sleep hygiene sebelum tidur, yaitu dengan mengatur kondisi kamar tidur tetap sejuk dan tenang, mandi air hangat dan sikat gigi sebelum tidur” jelasnya.
Narasumber kedua yaitu dr. Niken Lestari P., Sp.THT-KL(K) yang merupakan Dokter Spesialis THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan) Konsultan Kepala Dan Leher di RSUI. Dokter Niken membawakan materi dengan tema “Mendengkur pada Lansia: Penyebab dan Dampaknya”.
Dokter Niken mengatakan kualitas tidur yang kurang baik dapat disebabkan oleh mendengkur/ sleep apnea. Mendengkur dapat terjadi karena 2 hal, yaitu adanya kelainan di otak dan adanya gangguan saluran napas atas (penyempitan hidung-tenggorok). Gangguan saluran napas dapat terjadi akibat adanya perubahan struktur (cuping hidung jatuh, tenggorok makin panjang), serta adanya perubahan fungsi otot tenggorok yang melemah.
Dokter Niken juga memaparkan beberapa dampak dari mendengkur diantaranya dapat terjadi masalah pernapasan (mudah terserang selesma), masalah kardiovaskular (darah tinggi), masalah serebrovaskular (stroke), gangguan kualitas hidup (adanya risiko jatuh, kecelakaan), serta masalah kognitif (gangguan konsentrasi dan daya ingat).
“Jika seseorang mengalami perubahan kuantitas dan kualitas tidur, maka dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi dan aktivitas sehari-hari, oleh karena itu langkah awal yang penting untuk dilakukan adalah mengetahui apa yang menyebabkan gangguan tidur tersebut” paparnya.
Di akhir, dokter Niken berpesan agar kita tidak meremehkan kebiasaan mendengkur. Seringkali banyak mitos yang beredar di masyarakat yang mengatakan bahwa mendengkur adalah tanda tidurnya nyenyak atau karena kondisi tubuh yang sedang lelah. Sebaiknya segera periksakan ke dokter untuk mengetahui penyebabnya.
“Jika gangguan tersebut dapat dideteksi sejak dini, maka dapat diberikan penanganan yang sesuai, sehingga dampak-dampak tersebut dapat dicegah” tambahnya.
Narasumber ketiga yaitu dr. Darwin Harpin, Sp.Ak yang merupakan Dokter Spesialis Akunpunktur Medik di RSUI. Dokter Darwin membawakan materi dengan tema “Peran Akupunktur untuk Mengatasi Kesulitan Tidur pada Lansia”.
Dokter Darwin menyebutkan bahwa akunpunktur medik dapat menjadi salah satu cara penanganan insomnia atau gangguan tidur. Stimulasi ke titik akupunktur akan dikirim ke tulang belakang kemudian ke organ-organ sesuai segmen tulang belakang yang akhirnya dapat sampai ke otak.
“Akupuntur dapat mengaktivasi otak untuk dapat membuat tidur menjadi lebih berkualitas, seiring dengan meningkatnya hormon endorfin yang berperan dalam memberikan energi positif serta efek penenangan bagi tubuh. Terapi akupunktur dalam mengatasi gangguan tidur dapat dilakukan dalam durasi sekitar 30 menit dengan frekuensi 2-3 kali per minggu yang nantinya akan dilakukan evaluasi setiap kedatangan untuk menyesuaikan modalitas terapi” ujarnya.
Selain itu, dokter Darwin juga mengenalkan metode akupresur yang dapat dilakukan secara mandiri di rumah yaitu metode stimulasi titik akupunktur menggunakan tekanan, misalnya dengan bantuan ibu jari. Dengan melakukan akupresur pada beberapa titik di tubuh pada beberapa penelitian kedokteran telah terbukti dapat membantu mengurangi gejala gangguan tidur. Beberapa titik akupresur tersebut diantaranya ada pada titik EX-HN3 (pertengahan kedua alis), GV20 (titik puncak kepala), serta titik HT7 dan PC6 (sekitar pergelangan tangan).
Dokter Darwin mengatakan metode akupunktur aman dan memiliki efek samping yang minimal. Metode ini tidak menimbulkan kontraindikasi spesifik dan efek sampingnya hanya sebatas rasa pegal dan mengantuk ringan, atau muncul lebam. Namun efek samping ini masih tergolong aman.
“Mengatasi gangguan tidur sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter untuk mengetahui penyebabnya serta dapat diberikan saran penanganan yang tepat, kemudian kita juga dapat melakukan hobi yang dapat merelaksasi pikirian kita misalnya dengan berkebun, dan kemudian metode akupunktur serta akupresur juga dapat menjadi salah satu cara untuk mengatasi gangguan tidur ini” pesannya diakhir sesi
Antusiasme masyarakat cukup tinggi terhadap kegiatan ini, dengan jumlah peserta sebanyak 170 orang. Dalam seminar ini RSUI bekerja sama dengan komunitas ALZI Depok. RSUI berharap kegiatan Seminar Awam Bicara Sehat Virtual ini dapat terus hadir sebagai salah satu upaya promotif dan preventif kepada masyarakat luas. Untuk mendapatkan informasi terkait pelaksanaan seminar Bicara Sehat selanjutnya dapat dipantau melalui media sosial RSUI.