RS Universitas Indonesia (RSUI) kembali menggelar rangkaian seminar awam dalam rangka memperingati Hari Diabetes Nasional.
Diabetes merupakan salah satu penyakit kronik yang berbahaya dan banyak diderita di seluruh dunia. Secara global, diperkirakan 346 juta orang menderita diabetes. WHO menyebutkan bahwa pada tahun 2014, 8,5% orang dewasa berusia 18 tahun ke atas menderita diabetes. Pada tahun 2019, diabetes menjadi penyebab langsung dari 1,5 juta kematian dan 48% dari seluruh kematian akibat diabetes terjadi sebelum usia 70 tahun. Tiga dari empat orang dengan diabetes terdapat di negara berpenghasilan rendah hingga negara berpenghasilan menengah. Diabetes juga menjadi faktor risiko yang dapat memperburuk penyakit lain baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular lain. Diabetes dapat memperburuk kondisi penyakit menular lain seperti tuberkulosis (TB), malaria dan HIV/AIDS. Orang dengan diabetes tiga kali lebih mungkin untuk terinfeksi TB dan diperkirakan sekitar 15% dari kasus TB global disebabkan oleh diabetes.
Dalam jangka panjang, diabetes dapat merusak jantung, pembuluh darah, mata, ginjal, dan saraf. Orang dewasa dengan diabetes memiliki dua sampai tiga kali lipat peningkatan risiko serangan jantung dan stroke. Dikombinasikan dengan berkurangnya aliran darah dan neuropati (kerusakan saraf) di kaki, diabetes dapat meningkatkan kemungkinan ulkus kaki, infeksi, dan akhirnya berujung pada amputasi anggota badan. Retinopati diabetik merupakan penyebab penting kebutaan, dan terjadi sebagai akibat akumulasi kerusakan jangka panjang pada pembuluh darah kecil di retina. Hampir 1 juta orang buta karena diabetes. Selain itu, diabetes adalah salah satu penyebab utama gagal ginjal.
Seminar Awam Bicara Sehat ini hadir untuk memberikan pengetahuan dan informasi seputar isu yang diangkat. Seminar ini dimoderatori oleh Nur Hasanah, S.Gz yang merupakan Staf Promosi Kesehatan RSUI.
Narasumber pertama yaitu Prof. Dr. dr. Pradana Soewondo, Sp. PD-KEMD yakni seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Endokrin Metabolik Diabetes di RSUI. Prof Pradana membawakan materi dengan tema “Pemantauan Gula Darah Mandiri”. Mengawali materi beliau menjelaskan mengenai diabetes. Diabetes merupakan kondisi dimana kadar gula (glukosa) di dalam darah terlalu tinggi. Diabetes disebabkan kekurangan hormon insulin, gangguan kerja hormon insulin, ataupun keduanya.
Jumlah pasien diabetes di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, saat ini saja di tahun 2022 sudah sekitar 19 juta. Diabetes yang tidak terkontrol akan menimbulkan komplikasi kronik.
“Diabetesnya sendiri memang tidak begitu bermasalah. Namun, komplikasi kronik dari diabetes yang perlu diperhatikan karena bisa menyebabkan amputasi, penyakit jantung, kebutaan, ataupun gagal ginjal. Biaya pengobatan diabetes sendiri juga tergantung pada komplikasi-komplikasinya. Pengobatan diabetes tanpa komplikasi tidak terlalu mahal. Akan tetapi, apabila ada komplikasi biayanya bisa naik 2,4 kali lipat” ungkapnya.
Prinsip dari pengelolaan diabetes ada 5 (lima) pilar, yaitu : edukasi, pengaturan makan (diet), aktivitas fisik, penggunaan obat, dan montoring. Monitoring dapat dilakukan sendiri di rumah ataupun di rumah sakit. PGDM atau pemantauan gula darah mandiri merupakan pemeriksaan gula darah berkala dengan menggunakan alat glukometer yang dilakukan baik secara mandiri ataupun dibantu oleh keluarga. Tujuan dari PGDM yaitu, memperbaiki pencapaian kendali gula darah yang ideal, menurunkan risiko morbiditas dan mortalitas, menghemat biaya kesehatan jangka panjang yang terkait dengan komplikasi, menghindari risiko hipoglikemia dan hiperglikemia, membantu perubahan gaya hidup, membantu dalam pengambilan keputasan medis dan membantu penyesuian dosis obat atau insulin yang diberikan.
Prof Pradana juga menyampaikan “Dalam PGDM bukan hanya memeriksa gula darah saja, namun juga dicatat. Hasil pencatatan tersebut akan berguna untuk dokter untuk digunakan sebagai bahan evaluasi pemberian obat kepada pasien” ujarnya.
Pemeriksaan gula darah dipengaruhi dari kondisi penyakitnya. Apabila kondisi gula darah stabil tidak perlu setiap hari, cukup 2 (dua) kali dalam seminggu. Apabila kondisinya kurang baik atau juga dalam kondisi sedang dalam berpuasa seperti saat ini, pemeriksaan gula darah dapat dilakukan lebih sering. Tujuannya pada saat berpuasa ini untuk mencegah agar gula darah tidak turun.
“Apabila gula darah sudah drop harus berbuka, tidak bisa memaksakan berpuasa apabila gula darah sudah rendah. Tanda rendahnya gula darah di bawah 100 mg/dL dan sudah menimbulkan pusing, dan apabila merasakan hal tersebut sangat dianjurkan untuk segera berbuka puasa” tegasnya.
Pemantauan gula darah selama puasa dapat dilakukan sebanyak 6 kali dalam sehari, yaitu pada saat sebelum sahur, pada pagi hari (sekitar jam 7 pagi), jam 12 siang, sore hari (jam 3 atau jam 4 sore), setelah berbuka puasa, dan 2 jam setelah berbuka puasa. Target gula darah yang ideal yaitu 80-130 mg/dl.
“Batas aman 100-120 mg/dL khususnya pada diabetes yang tidak banyak komplikasinya” tambahnya.
Menutup pemaparan materi sesi pertama ini, Prof Pradana memberikan pesan untuk selalu menerapkan CERDIK. Cek Kesehatan secara rutin, tidak merokok, rajin aktivitas fisik, diet seimbang, istirahat cukup dan kelola stres.
Narasumber kedua yaitu Dr. Debie Dahlia, S.Kp, MHSM yakni merupakan Kepala Keperawatan RSUI. Ibu Debie membawakan materi dengan tema “Luka Diabetes: Rawat Dia dengan Cinta”. Pada sesi kedua ini, Ibu Debie mengawali materi dengan menjelakan terkait luka diabetes. Luka diabetes merupakan suatu kondisi kerusakan jaringan kulit yang ditemukan pada pasien diabetes, dimulai dari epidermis, dermis, jaringan subkultan dan menyebar ke jaringan yang lebih dalam, seperti tulang dan otot. Luka diabetes merupakan komplikasi yang paling umum terjadi pada penyandang diabetes.
Debie Dahlia mengungkapkan 20% pasien diabetes yang dirawat inap disebabkan oleh masalah luka diabetes. Fakta tentang luka diabetes, sering terjadi pada ekstemitas bawah dan sulit untuk sembuh.
“Jadi penting sekali kita memahami luka diabetes dan cara pencegahannya. Selain itu perawatan dan pengobatan luka diabetes juga membutuhkan biaya mahal. 2-3% penyandang luka kaki diabetes mengalami amputasi dan diperkirakan setiap 30 detik amputasi terjadi akibat luka diabetes” ungkapnya.
Risiko luka diabetes dapat dialami oleh pasien diabetes yang sudah menderita penyakit tersebut sekitar 5-10 tahun. Semakin lama menderita diabetes, maka semakin tinggi juga risikonya. Area yang berisiko terjadi luka bisa di telapak kaki, area persendian, atau area lain. Penyebab mudah terjadinya luka pada pasien diabetes karena terjadi keruskan saraf pada daerah kaki, yang dapat menyebabkan kelainan bentuk kaki, berkurangnya sensasi merasakan sentuhan, sakit, maupun perubahan suhu. Selain itu kulit kering dan gangguan regulasi keringat yang kulit kering, juga berpotensi menyebabkan luka.
Penanganan luka kaki diabetes harus dilakukan secara komprehensif, Debie Dahli mengatakan “Penanganan tidak boleh ke klinik luka saja, atau ke spesialis penyakit dalam aja, namun juga harus komprehensif, misalnya juga ke vaskuler” ujarnya. Pada prinsipnya dalam penanganan luka kaki diabetes, ada tiga hal yang harus dilakukan yaitu kontrol faktor risiko, revaskularisasi, dan perawatan luka.
Terkait diabetes kering dan diabetes basah dalam sesi tanya jawab, Prof Pradana menjelaskan bahwasanya sebutan diabetes kering dan basah merupakan mitos yang sudah lama berkembang di masyarakat.
“Pada diabetes tidak ada yang kering dan basah, tapi semua diabetes perlu terkontrol agar tidak ada komplikasi. Tipe diabetes yang ada yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe 3 dan lain-lain, serta tipe 4 yang ibu hamil” jawabnya,
Diabetes yang banyak dialami adalah DM tipe 2, yang pada umumnya dapat ditangani dengan diet seimbang, olahraga, dan konsumsi obat-obatan tablet. Namun pada perkembangannya, apabila tidak terkontrol juga dapat diberikan insulin.
Luka diabetes kering yang terjadi pada pasien diabetes belum tentu lebih mudah penanganannya. Terkadang ada juga luka diabetes kering yang sudah berwarna hitam dipermukaannya. Menurut Debie “hal ini disebabkan karena jaringan sudah mati. Selain itu, belum tentu luka yang kering lebih baik dari luka yang basah” tambahnya pada sesi tanya jawab.
Dari pertanyaan peserta seminar awam kali ini, Prof Pradana juga memberikan tips yang aman berpuasa pada pasien diabetes. Apabila pasien diabetes ingin berpuasa, sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu ke dokter 1-2 bulan sebelumnya. Pada saat konsultasi tersebut dokter akan mengevaluasi gula darah pasien dan dari hasil evaluasi akan dilakukan pengelompokan mana yg memiliki faktor risko sangat tinggi, tinggi, sedang, dan ringan.
Kelompok dengan faktor risiko yang sedang dan rendah dapat dianjurkan untuk berpuasa, Kelompok sedang dan rendah ini adalah pasien yang menggunakan obat tablet dan gula darahnya terkontrol. Sedangkan kelompok faktor risiko yang sangat tinggi dan tinggi tidak dianjurkan berpuasa.
Rekomendasi makanan yang dikonsumsi saat berbuka puasa dan sahur pada prinsipnya sama saja dengan hari-hari sebelumnya, hindari makan-makanan manis dan perbanyak serat. “Konsumsi kurma dan madu juga tidak ada larangan, pasien diabetes dapat mengkonsumsi kurma dan madu namun tidak boleh berlebihan” ujarnya Prof Pradana.
Antusiasme peserta sangat tinggi, dengan jumlah peserta lebih dari 300 orang, terdiri dari remaja, orangtua, dan lain-lain. Forum ini membuat beberapa penyimak dari berbagai provinsi di Indonesia turut menghadirinya. RSUI berharap kegiatan Seminar Awam Bicara Sehat Virtual ini dapat terus hadir sebagai salah satu upaya promotif dan preventif kepada masyarakat luas. Untuk mendapatkan informasi terkait pelaksanaan seminar Bicara Sehat selanjutnya dapat dipantau melalui website dan media sosial RSUI.
Siaran ulang dari seminar awam ini dapat juga disaksikan di channel Youtube RSUI pada link berikut https://youtu.be/Rv5QXrTNWys . Sampai bertemu kembali di ajang berikutnya!